Profil Desa Kedungbenda

Ketahui informasi secara rinci Desa Kedungbenda mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.

Desa Kedungbenda

Tentang Kami

Mengulas potensi Desa Kedungbenda di Purbalingga, dari pertemuan dua sungai ikonik hingga peninggalan purbakala. Profil ini mengulas tuntas potensi wisata, kekuatan ekonomi agraris, dan dinamika sosial budaya yang membentuk wajah desa di era modern.

  • Titik Temu Dua Sungai

    Desa Kedungbenda menjadi lokasi geografis unik tempat bertemunya aliran Sungai Serayu dan Sungai Klawing, menciptakan fenomena alam yang menjadi daya tarik wisata utama.

  • Kekayaan Sejarah Purbakala

    Wilayah ini merupakan rumah bagi situs-situs bersejarah penting, termasuk peninggalan dari masa megalitikum dan Hindu seperti Situs Lingga-Yoni dan Batu Phallus.

  • Desa Wisata Berprestasi

    Dengan potensi alam dan sejarahnya, Kedungbenda aktif mengembangkan sektor pariwisata dan telah meraih pengakuan sebagai Juara 1 Gelar Desa Wisata tingkat Kabupaten Purbalingga.

Pasang Disini

Terletak di ujung barat Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Desa Kedungbenda menjelma menjadi sebuah kanvas hidup yang melukiskan perpaduan harmonis antara keindahan alam, kekayaan sejarah dan semangat pembangunan masyarakat. Desa yang dialiri oleh dua sungai besar, Serayu dan Klawing, ini tidak hanya subur secara agraris, tetapi juga menyimpan potensi wisata dan warisan budaya yang kini mulai tersibak, menjanjikan masa depan yang cerah sebagai salah satu destinasi unggulan di Purbalingga.

Dengan luas wilayah mencapai 3,972 kilometer persegi, Desa Kedungbenda menjadi tempat tinggal bagi sekitar 5.316 jiwa menurut data kependudukan terbaru. Kepadatan penduduknya berada di angka 1.338 jiwa per kilometer persegi, mencerminkan komunitas yang dinamis dan terus berkembang. Secara administratif, desa dengan kode pos 53381 ini terbagi ke dalam 12 Rukun Warga (RW) dan 34 Rukun Tetangga (RT), sebuah struktur yang menopang tatanan sosial dan pemerintahan desa.

Geografi Unik dan Potensi Agraris

Lokasi geografis Desa Kedungbenda merupakan salah satu aset terbesarnya. Berada pada koordinat 7°28′34″S 109°20′1″E, wilayah ini menjadi saksi bisu pertemuan dua sungai bersejarah, yaitu Sungai Serayu dan Sungai Klawing. Fenomena alam yang dikenal dengan sebutan "Congot" ini menciptakan pemandangan kontras yang memukau, di mana dua karakter air yang berbeda bersatu. Keunikan inilah yang menjadi fondasi utama pengembangan sektor pariwisata desa.

Di luar pesona sungainya, lahan di Kedungbenda diberkahi dengan kesuburan. Sektor pertanian menjadi tulang punggung utama perekonomian warganya. Lahan persawahan yang terhampar luas menghasilkan komoditas padi sebagai produk unggulan. Selain itu, para petani juga aktif menanam jagung, kedelai, kelapa, dan singkong. Hasil bumi ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dipasok ke pasar-pasar di wilayah yang lebih luas, menopang ketahanan pangan dan memberikan sumber penghidupan yang stabil bagi sebagian besar masyarakat.

Pemerintah Desa Kedungbenda, dalam berbagai kesempatan, menegaskan komitmennya untuk terus mendukung sektor pertanian. "Kami berupaya agar para petani mendapatkan kemudahan, baik dari sisi irigasi, ketersediaan pupuk, hingga akses pasar. Pertanian adalah warisan sekaligus masa depan kami," ujar seorang perwakilan pemerintah desa. Dukungan ini diwujudkan melalui berbagai program pemberdayaan dan sinkronisasi dengan kebijakan pemerintah kabupaten.

Menyingkap Tabir Sejarah di Situs Purbakala

Kedungbenda bukan hanya tentang alam, tetapi juga tentang jejak peradaban masa lampau. Nama "Kedungbenda" sendiri dipercaya berasal dari legenda lokal tentang penemuan harta karun atau "benda" berharga di sebuah "kedung" atau bagian sungai yang dalam. Legenda ini seakan menjadi penanda bahwa desa ini memang menyimpan kekayaan tak ternilai, termasuk warisan sejarah.

Penelitian arkeologis dan laporan sejarah mengonfirmasi keberadaan situs-situs purbakala penting di wilayah ini. Salah satu yang paling signifikan yakni Situs Lingga-Yoni. Artefak yang terbuat dari batu andesit ini merupakan simbol kesuburan dalam kepercayaan Hindu dan menjadi bukti kuat adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dari era kerajaan kuno di tanah Jawa. Detail ukiran pada Lingga dan Yoni menunjukkan tingkat keahlian seni yang tinggi pada masanya.

Selain itu, ditemukan pula artefak dari periode yang lebih tua, yaitu zaman megalitikum, berupa Batu Phallus. Benda purbakala ini sering dikaitkan dengan ritual pemujaan kesuburan. Keberadaan peninggalan dari dua peradaban yang berbeda—megalitikum dan Hindu—dalam satu kawasan menunjukkan bahwa Kedungbenda telah menjadi pusat aktivitas spiritual dan kebudayaan selama berabad-abad. Warisan ini kini dikelola sebagai aset wisata edukasi yang menarik minat sejarawan, akademisi, dan wisatawan.

Gerbang Pariwisata: Desa Wisata Kedungbenda yang Bersinar

Dengan modal alam dan sejarah yang kuat, Desa Kedungbenda secara proaktif memposisikan diri sebagai desa wisata. Upaya ini tidak sia-sia. Pada tahun 2024, Desa Kedungbenda berhasil meraih predikat Juara 1 dalam ajang bergengsi Gelar Desa Wisata Kabupaten Purbalingga, sebuah pengakuan yang semakin memotivasi warga dan pemerintah desa.

Pengembangan pariwisata difokuskan pada beberapa pilar utama:

  • Wisata Alam Congot
    Pertemuan Sungai Serayu dan Klawing menjadi atraksi andalan. Wisatawan dapat menikmati pemandangan, berfoto, atau sekadar bersantai di tepi sungai. Pemerintah desa bersama kelompok sadar wisata (Pokdarwis) setempat terus berupaya menata kawasan ini dengan menambah fasilitas seperti area paving, pagar pengaman, dan spot-spot foto yang menarik.
  • Wisata Susur Sungai
    Aktivitas susur sungai menjadi pengalaman yang ditawarkan kepada pengunjung. Dengan perahu, wisatawan diajak menyusuri aliran sungai sambil menikmati panorama perbukitan hijau dan kehidupan masyarakat nelayan di sepanjang tepian. Paket wisata ini sering kali digabungkan dengan kunjungan ke "kampung nelayan" di mana pengunjung bisa membeli ikan segar hasil tangkapan sungai.
  • Wisata Religi dan Sejarah
    Situs Lingga-Yoni dan makam keramat Panembahan Jago atau Panembahan Wlandang Japlak di area Congot menjadi destinasi wisata religi. Meskipun asal-usul makam tersebut masih diselimuti misteri bagi sebagian warga, tempat ini kerap diziarahi dan menjadi bagian dari narasi spiritual desa.
  • Edukasi dan Budaya
    Selain situs purbakala, desa ini juga menawarkan pengalaman budaya seperti belajar seni gamelan. Pusat oleh-oleh juga sedang dikembangkan untuk menampilkan produk-produk kerajinan dan kuliner khas, seperti ketupat Landan yang unik.

Keberhasilan ini merupakan buah kerja keras kolaboratif. Sebagaimana dikutip dari salah satu pegiat wisata desa, "Pengembangan ini didasarkan pada semua komponen wisata, mulai dari perbaikan akses jalan, penambahan amenitas seperti homestay, hingga promosi yang lebih gencar melalui media sosial."

Pembangunan Infrastruktur dan Kesejahteraan Sosial

Seiring dengan geliat pariwisata, pembangunan infrastruktur fisik dan sosial terus digalakkan. Pemerintah Desa Kedungbenda menunjukkan transparansi dalam pengelolaan anggaran, termasuk Dana Desa, yang dialokasikan untuk berbagai sektor prioritas. Pembangunan jalan desa, perbaikan drainase, dan penerangan jalan menjadi fokus untuk meningkatkan konektivitas dan kenyamanan warga.

Di bidang kesehatan, desa ini menunjukkan perhatian serius terhadap isu-isu krusial seperti penurunan angka stunting. Pada pertengahan tahun 2024, Desa Kedungbenda menerima bantuan satu unit Mobil Siaga dari Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Bantuan ini diharapkan dapat mempercepat akses warga terhadap layanan kesehatan darurat dan fasilitas rujukan. "Ini adalah hasil kerja keras semua pihak, dari kader kesehatan hingga UPT Puskesmas. Mobil ini akan kami manfaatkan sebaik-baiknya untuk melayani masyarakat," ungkap seorang tokoh masyarakat.

Program-program pemberdayaan masyarakat lainnya juga rutin dilaksanakan, seperti kegiatan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan pasar murah yang diinisiasi pemerintah kabupaten untuk membantu meringankan beban ekonomi warga. Semua inisiatif ini bermuara pada satu tujuan: menciptakan masyarakat yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga sehat dan sejahtera.

Masa Depan Cerah di Pertemuan Dua Arus

Desa Kedungbenda, Kecamatan Kemangkon, adalah contoh nyata bagaimana sebuah wilayah mampu mengidentifikasi dan mengkapitalisasi potensinya secara komprehensif. Dari anugerah geografis di Congot, jejak sejarah yang tertanam dalam batu Lingga-Yoni, hingga semangat gotong royong warganya, Kedungbenda membuktikan bahwa kemajuan dapat diraih dengan bertumpu pada kekuatan lokal.

Keberhasilannya sebagai desa wisata bukanlah puncak, melainkan sebuah babak baru yang menuntut inovasi, pengelolaan yang profesional, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Dengan terus menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan penghargaan terhadap warisan budaya, Desa Kedungbenda tidak hanya akan menjadi permata di Kabupaten Purbalingga, tetapi juga inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia. Pertemuan dua sungai di wilayahnya seakan menjadi simbol pertemuan antara masa lalu dan masa depan, yang mengalir bersama menuju muara kemajuan.